Minggu, 30 Oktober 2011

koperasi menurut modal,sdm,manajemen

Koperasi di tinjau dari permodalan
            Meskipum koperasi Indonesia bukan merupakan bentk kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka didalam menjalankan usahan ya koperasi memerlukan modal pula. Tetapi, pengaruh modal dan penggunaannya dalam koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi, yang lebih menekankan kepentingan kemanusiaan dari pada kepentingan kebendaan.
            Modal tetap atu di sebut juga modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas fisik koperasi, seperti untuk pembelian tanah, gedung, mesin dan kendaraan.
            Modal sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu factor produksi yang sangat penting, tetapi hingga sekarang diantara para ahli belum terdapat kesamaan pendapat tentang apa yang disebut dengana modal itu.
SUMBER PERMODALAN KOPERASI
            Menurut UU No. 25 1992 tentang pengoprasian pasal 41 dinyatakan bahwa modal koperasi terdiri dari modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari :
a. simpanan pokok
b. simpanan wajib
c. dana cadangan
d. hibah

sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari :
a. anggota
b. koperasi lainnya dan / anggotanya
C. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
D. penerbita obligai dan surat hutangnya lainnya
e. sumber lain yang sah




MODAL SEDIRI
            Yang di maksud dengan sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau di sebut ekuiti.
a. simpangan pokok
b. simpanan wajib
c. dana cadangan
d. hibah

MODAL PINJAMAN
Modal pinjaman berasala dari :
a. anggota
b. koperasi lain / anggotanya
c. bank dan lembaga lainnya
d. penerbitannya obligasi dan surat hutang lainnya
e. sumber lain yang sah











Koperasi menurut manajemen
Pengertian manjemen
Proses  perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoodinasian dan pengendalian, sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan, kelima fungsi manajemen tersebut merupakan kunci bagi keberasilan suatu manajemen dapat pula di tambahkan dua fungsi lain , yaitu : pengkomunikasian dan pemotivasi.

PERENCAAN
            Perencanaan dapat didefinisikan sebagai pemikran yang mengarah ke masa depan yang menyangkut rangkaian tindakan berdasarkan pemahaman penuh terhadap semua factor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus.

PENGORGANISASIAN
Merupakan langkah atau usaha untuk :
·         Menentukan struktur
·         Menentukan pekerjaan yang harus di laksanakan
·         Memilih, menempatkan dan melatih karyawan
·         Merumuskan garis kegiatan
·         Membentuk sejumlah hubungan di dalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya

PENGARAHAN
Pengarah ditunjuk kepada :
·         Menentukan kewajiban dan tanggung jawab
·         Menetapkan hasil yang harus dicapai
·         Mendelegasikan wewenang yang diperlukan
·         Menciptkan hasrat untuk berhasil
·         Mengawasi agar pekerjaan benar – benar dilaksanakan sebagaimana mestinya



Pengkoordinasian
Pengkoordinasian berlangsung serentak dengan :
·         Penafsiran program, kebijakan, prosedur dan praktek
·         Pengupayaan pertumbuhan dan perkembangan karyawan
·         Pembinaan hubungan dengan para karyawan
·         Pengupayaan iklim berhasil
·         Pengadaan arus informasi yang bebas
PENGENDALIAN
Pengendalian menguraikan sistem informasi yang memonitor encna dan proses untuk meyak




Meng-quantum-kan SDM Koperasi
 Diarsipkan oleh Yusuf Maulana on Senin, 13 Juli 2009
 Label: Niaga
Saat menempuh program sarjana, saya berkuliah di dua kampus negeri berbeda di Yogyakarta; kampus yang sama-sama memiliki koperasi mahasiswa (kopma). Meskipun kerap memanfaatkan jasa yang ditawarkan, saya tidak pernah bergabung sebagai anggota kopma di kedua kampus itu. Pada awalnya, saya tidak berharap terlalu banyak pada kedua kopma itu karena saya masih berpandangan bahwa koperasi di Indonesia, di mana dan apa pun bentuk aktivitasnya, mestilah jauh dari kata prestasi. Parahnya lagi, saat itu saya menganggap pengertian koperasi tidak lain adalah KUD (koperasi unit desa) namun untuk tingkat kampus.
Persepsi negatif itu makin terkonfirmasi saat saya menjadi konsumen di kopma kampus A. Saya heran, meski sering diberitakan sebagai kopma teladan nasional dan beromset banyak, saya merasa esensi peran koperasi yang saya ketahui dari buku dan koran belumlah tampak. Betapa tidak memihak mahasiswa, untuk item produk yang sama, sebuah swalayan yang hanya berjarak seratusan meter dari kopma ini mampu menawarkan harga lebih murah. Jika item produk yang memiliki pesaing saja harga di kopma lebih mahal, bisa diperkirakan bagaimana harga barang-barang yang merupakan identitas kampus dan dibuat hanya oleh kopma kampus A. Karena keadaannya seperti ini, tidak heran ketika lini usaha yang tidak kompetitif harganya akhirnya ditutup; lini buku kuliah, misalnya. Penutupan ini bukan akibat minat baca mahasiswa di kampus A rendah, melainkan akibat tidak kompetitifnya harga buku-buku yang ditawarkan.

 Di sisi lain, interaksi saya dengan kopma kampus B sebenarnya masih dibayang-bayangi pengalaman tidak memuaskan sebagai konsumen di kopma kampus A. Namun, karena buku-buku kuliah tersedia, saya “terpaksa” memanfaatkan jasa kopma kampus B. Yang penting cepat mendapatkannya, meskipun saya tidak terlalu berharap soal harga yang kompetitif atau tidak dibandingkan toko-toko buku berdiskon.

 Ternyata dugaan saya meleset. Bukan hanya memberikan diskon, buku-buku yang dijual pun terkadang lebih murah dibandingkan toko buku berdiskon. Demikian pula untuk produk atau jasa lainnya. Perlahan-lahan persepsi negatif saya selama ini tentang koperasi mengalami perubahan. Saya menyaksikan langsung bagaimana kontribusi kopma kampus B ini bagi mahasiswa kampus setempat; mahasiswa yang secara ekonomi memang di bawah kampus A. Bila kopma kampus A seperti kurang akrab dengan masyarakat sekitar kampus, tidak demikian halnya dengan kopma kampus B. Bukan hal yang aneh bila dijumpai antrean masyarakat non-kampus membeli kebutuhan sehari-hari di kopma kampus B. Selain lokasi yang dekat dengan permukiman, keuntungan lain yang didapat masyarakat di sekitar kampus B adalah harga yang kompetitif dengan harga swalayan.

 Padahal, sudah menjadi pandangan umum masyarakat di kota saya bahwa kampus A memiliki mahasiswa cerdas secara intelektual. Adapun kampus B selama ini lebih sering dicitrakan sebagai kampus bagi mahasiswa menengah-bawah, dan secara intelektual kecerdasannya dianggap di bawah mahasiswa kampus A. Namun, penilaian seperti ini ternyata tidak memiliki makna bagi pengembangan dan pemajuan kopma. Saya lalu berhipotesis bahwa kemampuan intelektual—yang lazimnya distandarkan dengan angka intellectual quotient (IQ)—tidaklah memadai dalam upaya mengembangkan dan memajukan koperasi.

 Saya justru tertarik dengan tingginya kepedulian sosial pada kebijakan pengurus kopma kampus B. Merasa sebagai bagian dari kalangan yang memiliki finansial terbatas, para pengurus tidak ingin membebani konsumen kopma, baik dari masyarakat sekitar kampus lebih-lebih mahasiswa. Dari literatur psikologi saya mengerti bahwa kepekaan dan kepedulian empatik seperti ini manifestasi kecerdasan diri (intrapersonal) sekaligus kecerdasan bergaul (interpersonal) pengurus kopma kampus B. Faktor inilah yang saya lihat sebagai faktor penyebab posisi kopma tersebut akrab dengan konsumen/pelanggan. Saya kian meyakini kemajuan sebuah koperasi belumlah memadai bila ditopang oleh kecerdasan intelektual pegiatnya semata. Buktinya, seperti beberapa kasus yang diberitakan oleh media, ada pegiat koperasi bertindak korup meskipun yang bersangkutan berasal dari kalangan terdidik. Dengan demikian, yang sebenarnya juga dibutuhkan untuk memajukan koperasi adalah kecerdasan intrapersonal dan personal pegiatnya. Inilah titik tolak perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) koperasi.

Kecerdasan-majemuk

 Mengikuti teori kecerdasan-majemuk (multiple intelligences) dari psikolog Universitas Harvard, Howard Gardner (1983), setiap manusia memiliki potensi keunikan. Gardner menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada delapan kecerdasan, yakni kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial (gambar), kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan linguistik, dan kecerdasan naturalis. Belakangan Gardner menambahi teorinya dengan kecerdasan kesembilan, yakni kecerdasan eksistensial.

 Lalu, bagaimana penerapannya bagi kemunculan koperasi berkualitas? Sering dikeluhkan betapa dukungan pemerintah kepada koperasi jauh dari memuaskan. Tidak hanya dalam regulasi ekonomi, ketika koperasi berupaya mengambil alih kepemilikan saham perusahaan negara (BUMN) atau swasta, pemerintah kurang memberikan dukungan atau kemudahan. Apakah dengan pemihakan pemerintah yang masih sering sebatas retorika itu membenarkan pegiat koperasi untuk hanya pasrah berjalan di tempat?

 Di sisi inilah para pegiat koperasi sudah seharusnya mensubstitusi kepasrahan pada nasib menjadi gerakan ekonomi kerakyatan sebagaimana pernah dicontohkan para pedagang batik Laweyan, Solo, ketika berdikari dari pengaruh kraton dan dominasi politik ekonomi kolonial Belanda. Jalur yang bisa ditempuh adalah bagaimana memanfaatkan model-model pembelajaran yang berupaya mengubah paradigma kepasrahan, dengan memanfaatkan dan menyinergikan berbagai kecerdasan yang dimiliki para pegiat koperasi. Dengan demikian, akan terwujud optimisme yang pernah dikemukakan Dawam Rahardjo, “mengingat pengalaman peranan pemerintah di masa lalu yang melemahkan kemandirian koperasi, maka timbul pandangan bahwa koperasi dan UKM justru akan bisa bangkit melalui mekanisme pasar.” Dawam mencontohkan pengalaman di negara-negara maju di mana koperasi ternyata bisa bersaing dalam sistem pasar bebas: di Amerika Serikat, 90 persen lebih distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi; di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi; di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian; di Jerman, bank koperasi Raifaissen sangat maju dan penting peranannya, dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa (Kompas, 9 Agustus 2002).

 Oleh karena itu, memodernkan koperasi akhirnya tidak lagi selalu identik apalagi sama dengan meningkatnya IQ pegiat koperasi. Mengandalkan hanya pada IQ pegiat koperasi, alih-alih koperasi bertambah maju atau modern, yang terjadi justru bisa jadi sebaliknya. Jika bertumpu pada kecerdasan intelektual (logis) semata, bukan mustahil kopma kampus A dalam kasus di atas kian tergerusi oleh ekspansi pesaingnya, yakni swalayan di sekelilingnya. Untuk itulah perlu ada penggalian lagi kemampuan diri di luar kecerdasan logis para pegiatnya.

 Langkah seperti itu pernah ditempuh oleh Koperasi Serba Usaha Dosen Universitas Gadjah Mada (Kosudgama). Seperti disampaikan ketuanya dalam sebuah seminar perkoperasian, ada seorang dosen UGM yang dari mobil sampai rumah barang miliknya adalah pinjaman dari koperasi. Walaupun suku bunga koperasi terlihat lebih mahal dibandingkan bank umum, tetapi tatkala dijelaskan bahwa setiap partisipasi anggota akan mendapatkan imbalan berupa sisa hasil usaha—yang besarnya bergantung pada tingkat kontribusi anggota—maka dosen tersebut setuju. Pasalnya, biaya di koperasi bila dihitung-hitung ternyata lebih rendah bila dibandingkan bank umum.

 Menyampaikan argumentasi secara rasional dalam kasus dosen tersebut memang tepat. Tapi, yang lebih penting lagi adalah pemberian penjelasan dengan disertai pendekatan kekeluargaan sehingga muncul loyalitas pada anggota koperasi. Hal ini tidak lain sebuah artikulasi kecerdasan interpersonal yang dilibatkan dalam memersuasi dosen tersebut. Andai saja pengurus koperasi berpikir rasional semata—bahwa hilangnya satu orang dosen sebagai konsumen dan/atau anggota Kosudgama bukan sebagai masalah—maka ini menjadi petanda bagi laku surut koperasi.

 Jadi, hal mendasar memajukan dan mengembangkan perkoperasian adalah membenahi sumber daya manusianya, baik kecerdasan intelektualnya dan lebih-lebih kecerdasan intrapersonal dan interpersonal. Titik awalnya adalah mengubah mentalitas yang selama ini hadir, terutama akibat—seperti dianalisis Revrisond Baswir—“intervensi legal dan institusional terhadap gerakan koperasi pada era pembangunan Orde Baru” (Kompas, 1 Januari 2000).

 Dengan menempatkan problem mentalitas sebagai hambatan kemajuan koperasi, mudah dipahami jika Ann Booth, seorang pengamat perekonomian Indonesia, menyimpulkan bahwa kegagalan koperasi di Indonesia disebabkan oleh karakternya yang bertolak belakang dengan kepribadian Jawa. Pengusaha Jawa, kata Ann, terlalu individualistis untuk bergabung dalam usaha yang bersifat tolong-menolong seperti koperasi. Analisis ini membalikkan keyakinan Hatta bahwa kegotong-royongan telah berakar dalam-dalam pada adat istiadat Indonesia asli (Tempo, edisi 12-19 Agustus 2001).

 Gotong royong yang dilihat (Mohammad) Hatta sebagai karakter kuat masyarakat Indonesia tidaklah berlaku permanen. Ketika watak individualisme mengemuka, hal logis kegotong-royongan pun terkikis. Di sisi lain, individualisme (pengusaha Jawa) yang dilihat Anna juga tidaklah tepat dikatakan berlaku permanen. Ketika watak individualisme para pengusaha itu berganti menjadi watak sosial, hal logis kegotong-royongan pun menguat.

 Terlepas dari kekurangan analisis Ann dan pandangan idealistik Hatta di atas, yang dikemukakan Anna tidak lain sebagai kritisisme atas hilangnya kecerdasan interpersonal dan juga kecerdasan intrapersonal pegiat koperasi. Betapa tidak, alih-alih mementingkan masyarakat, pegiat koperasi hanya ingin memajukan dirinya. Oleh karena itu, jika optimisme pada watak gotong-royong masih ingin dilanjutkan, maka problem mental individualisme haruslah diganti menjadi altruisme. Kecerdasan interpersonal mengharuskan setiap pemiliknya untuk berjiwa sosial, alih-alih mementingkan dirinya. Pembangunan atau modernisasi koperasi selama ini sayangnya lebih sering bertumpu pada bagaimana mengoptimalkan potensi intelektual (IQ) pengurus, namun mengabaikan (terutama) kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.

 Padahal, berpijak pada kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal itulah bagaimana brand koperasi pada masa mendatang dibangun, terutama sejauh mana mutual-trust telah dipraktikkan koperasi secara sungguh-sungguh. Kecerdasan logis belumlah memadai untuk menunjukkan kapasitas mutual-trust koperasi kepada khalayak. Dan dari mutual-trust yang melekat dalam identitas koperasi itulah, kepercayaan kepada koperasi bisa meningkat. Sebab, kepercayaan yang diberikan khalayak kepada koperasi sudah dikonfirmasi terlebih dulu berupa kredibilitas kiprah koperasi pada masa sebelumnya. Dalam konteks inilah, di luar aspek-aspek politis, alasan mengapa kalangan koperasi belum dipandang kredibel untuk mengambil alih kepemilikan saham pemerintah di BUMN atau swasta dibandingkan penawar dari pihak asing.
“Solusinya bisa berupa pembekuan atau mengaktifkan kembali koperasi yang sudah mati.Tapi, kita akan lihat kasus per kasus berdasarkan masalah yang dihadapi koperasi bersangkutan. Jangan sampai koperasi yang punya utang besar dibekukan,”beber Guritno. Sampai 2011, koperasi di Indonesia mencapai 177.912 unit dengan jumlah terbanyak ada di Jabar,Jatim,dan Jateng.
Dari jumlah tersebut, 27% koperasi dinyatakan tidak aktif. Sementara untuk menyehatkan koperasi, Kementerian KUKM telah menyiapkan dana sebesar Rp700 miliar dari total anggaran Rp1 triliun pada tahun ini. (arif budianto)


Rabu, 26 Oktober 2011

Mengapa Koperasi Di Indonesia Tidak Berkembang?


Mengapa Koperasi Di Indonesia Tidak Berkembang?
            Pasang-surut Koperasi di Indonesia Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ? Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari
persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerinta untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yangmenangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun,
kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku
bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak
profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang
berhubungan dengan semangat.
Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? Termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial.? Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional.
Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu,tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia,
beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan
beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah
tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika
dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun
kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial.

Permaslahan Yang Dihadapi Koperasi di Indonesia
Koperasi sebagai salah satu badan usaha yang berkecimpung dalam perekonomian Indonesia saat ini diyakini sedang mengalami masa-masa yang suram. Penyebab kesuraman masa depan koperasi adalah kurangnya daya saing yang dimiliki oleh koperasi melawan badan usaha yang lain. Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Akan tetapi walau mendapat peluang seperti yang disebutkan diatas, ternyata dalam upaya pemulihan ekonomi, koperasi tetap dalam posisi yang marjinal. Beberapa petinggi seakan sering bersuara untuk memberdayakan koperasi, tetapi tetap saja koperasi tidak terlihat peranan yang signifikan dalam alur pemulihan ekonomi Indonesia. Yang berkembang hanyalah kuantitas koperasi dan tidak terlihat perbaikan kualitasnya, baik mikro maupun makro ekonomi. Permasalahan yang dihadapi koperasi saat ini dinilai sangat beranekaragam, baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Permasalahan internal biasanya terjadi pada pengurus atau keanggotaan itu sendiri serta modal dan untuk masalah eksternal berasal dari pesaing dan asumsi masyarakat mengenai koperasi sangat buruk. Permasalahan koperasi di Indonesia juga semakin melebar ke dalam masalah makro dan mikroekonomi. Di bawah ini merupakan permasalahan koperasi di Indonesia (secara menyeluruh):

Permaslahan Internal
Ø
•Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
•Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
•Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
•Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
•Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
•Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
•Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.

Permasalahan eksternal
Ø
•Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
•Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
•Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
•Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Referensi
http://jazzygroup.blogspot.com/2011/10/penyebab-koperasi-di-indonesia-sulit.html


http://mahasiswasyariah.wordpress.com/2010/03/29/permasalahan-yang-dihadapi-koperasi- saat-ini-dan-solusinya/

www.blogger.com

Minggu, 02 Oktober 2011

Cara Memajukan Koperasi


Pandangan Mengenai Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia Saat Ini


koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.[4] Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.[4]
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).[4]

Dalam perkembangannya saat ini, pengembangan koperasi belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan koperasi yang ada di Indonesia saat ini begitu sangat lambat. Meskipun berbagai kebijakan telah dicanangkan oleh pemerintah, keberadaan koperasi di Indonesia masih belum dapat memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah kurang diminatinya koperasi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena selama ini koperasi hanya dipandang sebagai lembaga saja, bukan sebagai sistem perekonomian.

Apabila kita melihat koperasi dari segi lembaga, maka kita dapat melihat koperasi tersebut sebagai perkumpulan dan sebagai badan usaha. Sebagai sebuah perkumpulan, dapat kita lihat dari pengertian koperasi itu sendiri yang merupakan perkumpulan orang-orang, dimana orang-orang tersebut saling bekerjasama untuk bersama-sama mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.
Dalam hal ini, kumpulan orang-orang tersebut merupakan prasyarat dari pembentukan suatu koperasi, dimana dalam peraturan koperasi Indonesia, koperasi baru dapat didirikan apabila ada minimal 20 orang. Selain iyu, sebagai sebuah perkumpulan atau organisasi, maka dalam koperasi diperlukan adanya pengurus untuk mengelola dan mewakili koperasi itu dalam menjalankan usahanya dan mencapai tujuannya.

Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dinyatakan bahwa: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Apabila kita tinjau pasal tersebut, hal ini mengandung maksud bahwa perekonomian Indonesia disusun berdasarkan demokrasi ekonomi yang tidak menghendaki adanya pemusatan ekonomi hanya pada satu tangan, tetapi harus merata bagi setiap warga. Badan usaha yang sesuai dengan ketentuan ini adalah koperasi, dimana koperasi merupakan suatu badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang mengutamakan kepentingan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dengan berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dengan demikian, koperasi sebagai suatu system perekonomian ini mempunyai kedudukan politik yang cukup kuat karena memiliki landasan konstitusional.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum peran koperasi sebagai upaya menuju demokrasi ekonomi.dimana koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang melandaskan kegiatannya dengan prinsip koperasi, yaitu kebersamaan, dan asas kekeluargaan. Dua ciri inilah yang membedakan koperasi dengan badan usaha lain.
Adanya asas kekeluargaan dan prinsip kebersamaan yang mendukung partisipasi anggota inilah yang membuat koperasi dapat berperan untuk menciptakan demokrasi ekonomi tersebut. Dan dengan adanya demokrasi ekonomi, maka dapat meningkatkan kehidupan para pengusaha yang lemah.
Hal ini disebabkan koperasi dalam menjalankan usahanya akan cenderung melihat kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan segelintir orang atau pribadi saja. Dengan demikian, disini koperasi dapat berpotensi untuk ikut serta memecahkan persoalan sosial ekonomi masyarakat dan berpeluang untuk mengisi sistem ekonomi yang lebih baik. Untuk itu, masyarakat seharusnya memandang eksistensi koperasi secara keseluruhan. Tidak hanya sebagai sebuah perkumpulan semata atau suatu badan usaha yang memerlukan modal dan manajemen dalam menjalankan usahanya.
Akan tetapi lebih melihat koperasi itu sendiri sebagai suatu sistem perekonomian, yaitu koperasi sebagai bagian dari penyelenggara perekonomian yang berdasarkan atau sebagai upaya demokrasi ekonomi, dimana koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang melandaskan kegiatannya dengan prinsip koperasi, yaitu kebersamaan, dan asas kekeluargaan, sehingga masyarakat dapat tersadar bahwa koperasi dapat memecahkan masalah sosial ekonomi yang ada di masyarakat atau sebagai salah satu cara agar masyarakat dapat mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.



















 www.google.com

Cara memajukan Koperasi di Indonesia

            Salah satu upaya untuk meningkatkan koperasi yang sesungguhnya adalah pendidikan koperasi yang hatus di rancang sedemikian rupa dengan peran koperasi sebagai organisasi yang mampu meningkatkan pendapatan, baik pendapat koperasi itu sendiri maupun pendapatan anggotanya. Peningkatan pendapatan koperasidiperlukan agar koperasi tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar.sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak dan memberikan komperatif yang layak bagi karyawan . sementara itu, peningkatan pendapatan anggota di perlukan untuk membuktikan peran koperasi yang sebenarnya sebagai organisasi yang membantu usaha anggota koperasi harus banyak dipandang sebagai organisasai bisnis / ekonomi yang memiliki karakteistik. Koprerasi harus dipandang sebagai organisasi usaha yang di pilih karena berpotensi menjadi sandaran hidup dan sumber pendapatan ideal bagi anggotanya.
Pengembangan koperasi dapat di lakukan antara lain  :
1. kembangkan keterkaitan koperasi dengan kegitana pelayanan umum
2. mengatasi beberapa masalah teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang
3. pengembangan kerja sama usaha antar koperasi
4. pemerintah memberikan aturan main yang jelas tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri .
5. hormati kekhususan koprasi dalam peraturanperundangan supaya potensi koperasi dapat
    Diwujudkan semaksimal mungkin
Yang akan saya lakukan untuk memajukan Koperasi di Indonesia adalah

1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Alam (SDA) & Sumber Daya Manusia(SDM), Meningkatkan kinerja anggota koperasi dengan cara memberikan training/pelatihan setiap 3bulan sekali dan meningkatkan daya jual koperasi. Saya juga akan menghimbau pengurus dan anggotanya agar harus berani mencari peluang serta membuat terobosan-terobosan baru dengan menambahkan ide-ide yang dituangkan secara cerdas supaya tidak tertinggal atau tidak kalah bersaing dengan badan usaha lain.

2. Modifikasi produk, Dengan memodifikasi produk-produk yang ada dikoperasi, saya yakin akan meningkatkan selera masyarakat sehingga tertarik untuk mengkonsumsi produk dari koperasi tersebut dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun.

3. Mensinergikan program-program pembangunan dengan pemberdayaan koperasi. Sebagai contoh, program pembangunan lumbung pangan oleh Kementerian Pertanian, juga bantuan pengadaan penggilingan padi (RMU), bantuan alat pengering (box dryer) padi dan jagung, bantuan hand tractor, pembangkit listrik micro hydro power, pengelolaan dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan).

4. Memperbaiki koperasi secara menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.
Dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga lainnya membuat juga membuat koperasi dapat tumbuh subur di Indonesia.