Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence)
Metode dalam menalar
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan
difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
- Jika dipanaskan, besi memuai.
- Jika dipanaskan, tembaga memuai.
- Jika dipanaskan, emas memuai.
- Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
- Jika ada udara, manusia akan hidup.
- Jika ada udara, hewan akan hidup.
- Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan
hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya
perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus)
dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai
prestasi sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir
yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak
akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya
pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi
dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau
dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan
proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
- Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
- Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk
membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan
pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatau fenomena. Evidensi
sering juga disebut bukti empiris.
Sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak
tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi
dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang
ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam
keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi.
Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca
(pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis
(diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis
(pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau
pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang
dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara
mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja
kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini
terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi
jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk
memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang
diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur
adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh
apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan
(inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;
2.2.1 Inferensi Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang
digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh
lebih luas dari premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari
premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa:
pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
2.2.2 Inferensi Tak Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi
membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan
proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain;
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu memiliki plafon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar