SOLUSI KEMACETAN JAKARTA
PENDAHULUAN
Kemacetan di Jalan Rasuna Said
Sebagai
megapolitan nomor dua di dunia, Jakarta tak pernah lepas dari persoalan
kemacetan lalu lintas. Seperti halnya Tokyo, Bangkok, dan New York
City, traffic jam di Jakarta tergolong sangat akut. Perlu suatu terobosan luar biasa, untuk mengatasi persoalan ini. Sebenarnya problem
kemacetan di Jakarta bukanlah hal yang baru. Namun sudah lima kali
gubernur Jakarta silih berganti, permasalahan ini tak kunjung berakhir.
Yang terjadi justru sebaliknya. Jalan-jalan di ibu kota, dari waktu ke
waktu malah semakin padat. Berdasarkan data statistik, pertumbuhan
kendaraan bermotor di Jakarta setiap tahunnya mencapai 9,5%. Angka ini
tak sebanding dengan pertumbuhan panjang jalan raya, yang hanya berkisar
0,01% per tahunnya.
ISI
Sudah
bermacam-macam cara yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi kemacetan
di ibu kota. Pada masa gubernur Wiyogo Atmodarminto, pemerintah
menerapkan sistem 3 in 1 di kawasan segi tiga emas. Setiap mobil yang
melintasi Jalan Sudirman, Thamrin, dan Gatot Subroto, wajib berisi
minimal tiga orang. Kemudian di periode kepemimpinan gubernur Sutiyoso,
pemerintah kembali melakukan terobosan, yakni dengan membangun jaringan bus rapid transit.
Bus yang dikenal dengan nama Transjakarta ini, memiliki lajur dan halte
tersendiri. Sampai saat ini, sudah 11 koridor yang selesai dibangun.
Koridor 12, yang menghubungkan Tanjung Priok dengan Pluit, sedang dalam
tahap penyelesaian. Diluar kebijakan tersebut, Dinas Pekerjaan Umum DKI
juga telah banyak membangun jalan layang serta terowongan. Namun semua
itu tak bisa menyelesaikan persoalan kemacetan secara menyeluruh.
Kini ditangan gubernur baru Joko Widodo, banyak masyarakat berharap kemacetan dapat segera teratasi. Mass rapid transit
(MRT), yang telah digadang-gadang sejak 15 tahun lalu, diharapkan bisa
terealisasi dalam waktu dekat. Proyek yang menelan biaya mencapai Rp 15
triliun itu, rencananya akan dibangun pada awal tahun ini. Dan
diharapkan di tahun 2016 nanti, masyarakat sudah bisa memanfaatkannya.
Pada tahap pertama, pemerintah akan membangun rute Lebak Bulus-Bunderan
HI sepanjang 15,7 km. Koridor ini merupakan jalur sarat penumpang, yang
hingga kini hanya dilayani oleh bus-bus reguler. Jalur ini direncanakan
akan memiliki 13 stasiun pemberhentian. Dari Lebak Bulus hingga Jalan
Sisingamangaraja, rel akan berada di atas jembatan layang. Sedangkan
selebihnya, akan dibangun di bawah tanah.
Sebenarnya
saat ini Jakarta sudah memiliki MRT, yakni berupa KRL Comutter
Jabodetabek. Namun beberapa jalur KRL, masih berhimpitan dengan lintasan
kereta api TransJawa. Mungkin karena itulah, masyarakat tidak menyebut
KRL Comutter Jabodetabek dengan istilah MRT. Terlepas dari istilah yang
diberikan, kereta komuter kini merupakan satu-satunya angkutan masal
yang paling efektif. Dibanding bus Transjakarta, kereta komuter dinilai
lebih cepat dan tepat waktu. Meskipun begitu, ada pula beberapa kendala
seperti jalur dan rutenya yang terbatas. Di jam-jam sibuk, sering laju
kereta komuter harus tertahan. Berganti jalan dengan kereta antar kota.
Akibatnya banyak jadwal kereta yang molor, dan terjadi penumpukan
penumpang di stasiun. Untuk mengatasi masalah ini, sudah saatnya
pemerintah melalui PT KAI, menambah jalur kereta komuter secara massif.
Untuk prioritas pertama, penulis mengusulkan agar segera dibangun double-double track
di lintasan Jakarta Kota-Bekasi dan Jakarta Kota-Bogor. Selanjutnya
pemerintah harus menyediakan jalur-jalur baru, terutama menuju kota-kota
penyangga. Beberapa kawasan penyangga yang membutuhkan mass rapid transit
antara lain Cikarang, Cibubur, Cibinong, Ciledug, serta Cikupa. Jika
saja pemerintah mampu menyediakan transportasi massal menuju wilayah
urban, maka kemacetan di Jakarta akan banyak terpangkas. Menurut
kalkulasi penulis, untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah tak perlu
merogoh kocek dalam-dalam. Hanya menyambung jalur yang sudah ada, dan
kemudian dibuatkan lintasan tambahan menuju ke kawasan tersebut. Untuk
rute menuju Cibubur misalnya, PT KAI cukup membangun rel antara Cibubur
sampai dengan Lenteng Agung, untuk selanjutnya disambungkan dengan jalur
kereta Jakarta Kota-Bogor. Atau untuk tujuan Cikarang, PT KAI hanya
menyediakan rel listrik tambahan antara Stasiun Bekasi dan Cikarang.
Sehingga kereta komuter jurusan Bekasi, bisa diperpanjang hingga
mencapai Stasiun Cikarang.
Solusi
lainnya adalah mengatur arus perjalanan truk dan bus-bus AKAP, yang
selama ini menjadi biang keladi kemacetan di ibu kota. Salah satunya
adalah dengan melarang truk-truk besar melewati jalan tol Lingkar Dalam
Kota, pada pukul 06.00 - 21.00. Adanya penegakan hukum terkait
pengaturan beban truk, juga menjadi salah satu hal yang harus
diperhatikan. DLLAJ harus berani bertindak tegas — dan tidak berkolusi,
terhadap truk-truk yang melebihi kapasitas. Karena selain dapat merusak
jalan, tonase yang berlebihan juga akan mengurangi laju kendaraan. Agar
perekonomian tak terhambat, pemerintah harus menyediakan kereta
kontainer, yang membawa hasil-hasil industri dari Cikarang/Tangerang ke
Pelabuhan Tanjung Priok.
Penertiban
angkutan umum, juga merupakan solusi yang cukup jitu. Dengan memangkas
separuh angkutan umum yang kini beroperasi, maka pemerintah telah
mengurangi setengah kemacetan ibu kota. Seperti yang diketahui, di
jalur-jalur tertentu angkutan umum kerap kali menyusahkan para pengguna
jalan. Mereka sering menjadi “raja jalanan”, yang dengan seenaknya
berhenti dan menerobos lampu lalu lintas. Banyaknya angkutan umum di
jalan raya, sering menjadi keluhan para pengendara. Di beberapa rute,
seperti jurusan Kemanggisan-Tanah Abang atau Kampung Melayu-Senen,
jumlah mereka terlampau rapat. Agaknya pemerintah tidak mempertimbangkan
jumlah penumpang dan beban jalan, sebelum mengeluarkan izin trayek
tersebut. Sehingga sering didapati, banyak angkutan umum pada rute
tersebut yang kosong.
Penataan
pedagang kaki lima (PKL) dan perparkiran, harus pula menjadi perhatian
pemerintah. Kini banyak jalan-jalan protokol di ibu kota, yang sebagian
badannya digunakan oleh para PKL. Jalan Basuki Rahmat di Jakarta Timur
misalnya, menjadi contoh bagaimana lemahnya pemerintah dalam menertibkan
para PKL. Di muka Pasar Gembrong yang menjadi sentra mainan anak-anak,
separuh badan jalan digunakan oleh para pedagang. Padahal tak jauh dari
situ, pemerintah telah menyediakan pasar yang cukup representatif.
Mahalnya harga sewa kios di pasar baru tersebut, menjadi penyebab
enggannya para pedagang untuk berjualan di dalam pasar. Akibatnya mereka
tetap saja menggalas di pinggir jalan, yang menimbulkan kemacetan
berpuluh-puluh meter.
Jalan
Gajah Mada di Jakarta Barat merupakan contoh lain bobroknya Pemda DKI
dalam mengelola parkir. Lebuh yang menghubungkan kawasan Harmoni dan
Jakarta Kota itu, setiap waktu selalu terjadi kemacetan. Penyebab
utamanya adalah digunakannya dua lajur jalan untuk tempat parkir mobil
dan motor. Disamping itu, banyaknya pedagang yang menjajakan dagangannya
di trotoar, mengakibatkan tumpahnya sebagian pejalan kaki ke badan
jalan. Tentunya hal ini menghambat laju kendaraan bermotor.
* * *
Untuk solusi jangka panjang, sudah seharusnya pemerintah memperbanyak angkutan berbasiskan rel, seperti kereta komuter, MRT, railbus,
dan monorel. Selain berbiaya murah, moda transportasi kereta juga dapat
mengangkut jutaan orang manusia dan ratusan juta ton barang. Lupakanlah
untuk membangun enam ruas jalan tol dalam kota, puluhan jalan layang,
dan underpass. Semuanya itu hanya akan menguntungkan industri otomotif, dan menambah konsumsi BBM masyarakat.
Semestinya
pemerintah menengok megapolitan di negara lain, yang memilih membangun
sarana transportasi massal tenimbang menambah jaringan jalan. Beberapa
kota yang bisa menjadi acuan Pemda DKI dalam pembangunan moda
transportasi massal adalah Tokyo dan Moskow. Kedua kota ini merupakan
metropolitan kelas dunia, yang telah lama memiliki angkutan massal cepat
dan murah. Tokyo yang dihuni oleh sekitar 35 juta jiwa, saat ini sudah
mengoperasikan 13 line kereta bawah tanah (subway).
Bandingkan dengan Jakarta yang hanya memiliki 6 jalur komuter. Kereta
bawah tanah Tokyo, dikenal memiliki pelayanan cukup prima. Jadwal
keberangkatannya yang tepat waktu, didukung oleh armadanya yang
berjumlah ratusan rangkaian. Kota lainnya yang memiliki pelayanan
transportasi massal sangat baik adalah Moskow. Menurut versi wartawan
Nat Geo Adventure, Moscow Metro merupakan angkutan massal terhandal di
dunia. Mengangkut sedikitnya 6,5 juta orang per hari, Moscow Metro
memiliki jaringan sepanjang 313 kilometer. Selain itu yang menarik dari
jaringan ini adalah interior stasiunnya yang dipenuhi oleh hiasan
bercorakkan Baroque. Karena desainnya yang unik, banyak stasiun di
Moscow menjadi pusat perhatian para turis.
AKIBAT KEMACETAN :
1. Telat beraktivitas
2. stres
3. dll
kesimpulan
pemerintah dapat membangun saran transportasi massal tenimbang menambah jaringan jalan.
saran
agar semua orang sadar dalam menggunakan transportasi seperti mengurangkan memakai kendaraan pribadi
http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2013/03/06/solusi-kemacetan-jakarta-534578.html