Minggu, 18 Maret 2012

pembangunan daerah

Pengertian Pembangunan
Setiap orang bisa saja mengartikan istilah pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya definisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kita perlu memastikan terlebih dahulu perspektif inti atas makna dasar pembangunan. Tanpa adanya suatu perspektif dan criteria yang dapat disepakati bersama, kita tidak akan bisa mengetahui negara mana saja yang telah mengalami pembangunan secara pesat dan negara mana yang tidak.Hal ini dimaksudkan agar terdapat satu persepsi yang sama terhadap sesuatu..yang kalau dalam bahasa penelitian ilmiah harus valid dan reliabel..
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan  terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, baik secara material maupun spiritual.
Pada umumnya pembangunan nasional banyak Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah: suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak dilakukan hanya “secepat membalik telapak tangan”, akan tetapi dimulai dari proses yang panjang dan lama, seperti yang kita laksanakan baik melalui RKP (1 tahun), RPJM (5 tahun), dan RKP (25 tahun)..
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi dengan jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (GNP pada tingkat harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan per kapita bisa menurun atau tidak mengalami perubahan, dan ini jelas tidak dapat disebut bahwa ada pembangunan ekonomi di negara tersebut.
Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Tahapan-tahapan pembangunan, (sebelumnya dikenal dengan istilah Pelita) baru merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang.
Yang pasti sudah saatnya Bangsa Indonesia bangkit bersama untuk meraih cita-cita bersama, minimal se level dengan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan kalau perlu Australia..Tanpa ada komitmen yang jelas dan indikator yang terukur kita akan sulit untuk mensejajarkan diri dengan negara tersebut..
Ekonomi pembangunan selain mengulas soal alokasi sumberdaya yang seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan menitik beratkan pula perhatiannya pada berbagai mekanisme ekonomis, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu, ekonomi pembangunan juga memberikan perhatian besar kepada formulasi kebijakan-kebijakan public yang sebaik-baiknya demi menghadirkan serangkaian transformasi ekonomi, social, dan institusional yang sekiranya dapat berdampak positif terhadap kondisi masyarakat secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel, baik itu variable ekonomi maupun non ekonomi sebagai indicator atau tolok ukur keberhasilan. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat dikalsifikasikan menjadi: 1) Indikator Ekonomi, dan 2) indicator Sosial.
Klasifikasi Negara
Dunia ini dibagi atas beberapa kelompok, berdasarkan tingkat kemajuan atau kekayaan suatu negara. Kita mengenal istilah-istilah kelompok negara maju versus negara sedang berkembang, negara kaya versus negara miskin; kelompok utara versus kelompok selatan. Diantara kelompok-kelompok tersebut, masing-masing kelompok diklasifikasikan lagi kedalam kelompok tertentu.
Khusus bagi negara berkembang, sejumlah analisis dalam upayanya untuk menyusun klasifikasi kelompok negara-negara berkembang berdasarkan system klasifikasi baku yang telah disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mencoba membagi semua negara berkembang menjadi tiga golongan besar: yakni negara paling miskin (sekitar 44 negara) yang oleh PBB disebut sebagai negara-negara yang paling terkebelakang (least developed). Sekitar 88 negara yang tergabung dalam kelompok “sedang berkembang” (developing countries) bukan pengekspor minyak, sisanya 13 negara kaya yang merupakan pengekspor minyak anggota OPEC. Tingkat pendapatan nasional negara-negara OPEC ini meningkat dramatis setelah terjadinya lonjakan harga minyak pada tahun 1970-an.
Beberapa analis lebih suka menggunakan klasifikasi yang disusun oleh International Bank for Reconstruction and Development (IRBD), yang lebih dikenal dengan World Bank (Bank Dunia). Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari 1 juta orang (baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju) ke dalam empat kategori pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yakni:
  1. Negara-negara yang berpendapatan rendah (low income),
  2. Negara-negara yang berpendapatan menengah (middle income),
  3. Negara berpendapatan menengah tinggi (upper middle income). Dan
  4. Negara yang berpendapatn tinggi (high income).
Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara, yang kebanyakan merupakan negara-negara dunia ketiga. Kelompok keempat yang paling makmur, sering disebut negara-negara maju atau negara-negara dunia pertama (19 negara).
Usaha klasifikasi terakhir dan paling ambisius dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP), Program pembangunan PBB. Lembaga internasional ini berfokus pada aspek-aspek “pembangunan manusia” yang mencakup pula variable-variabel non-ekonomis seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, disamping variable-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita.
Evolusi Makna Pembangunan
Pada awalnya upaya pembangunan negara berkembang diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau popular disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan bahwa yang membedakan antara negara maju dengan negara berkembang adalah pendapatan masyarakatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi negara berkembang dapat terpecahkan, misalnya melalui apa yang dikenal dengan istilah “trickle down effect” (efek penetesan kebawah). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkaynya pendapatan nasional (GNP), baik secara keseluruhan maupun per kapita.
Fenomena ini terlihat dari pemikiran-pemikiran seperti teori Arthur Lewis, Rostow, Harrod-Domar, Hircman dan lainnya. Arthur Lewis dalam karyanya The Theory of Economic Growth, menganggap pembangunan ekonomi merupakan kajian pertumbuhan ekonomi. Selama dasawarsa 1950-an, pembangunan diidentikkan sebagai pertumbuhan ekonomi, dan bahasan ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relative baru memusatkan perhatian pada factor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi.
Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Diundangnya modal asing nampaknya diilhami oleh kisah sukses rencana Marshall (Marshallian Planning) dalam membantu pembangunan negara Eropa Barat dan Jepang. Adapun industrialisasi yang memusatkan perhatian pada sector-sektor moderen dan padat modal nampaknya tidak dapat dipisahkan dari pengalaman Inggris sebagai negara industri pertama.
Pengalaman pada dasawarsa 1950 dan 1960-an, ketika banyak diantara negara-negara berkembang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakin banyak perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan tolok ukur GNP sebagai indicator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan criteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolute yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak.
Selama dasawarsa 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment), dan beberapa paradigma lainnya.
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba “lebih baik”, secara material maupun spiritual.
Bagaimana Mengukur Pembangunan
Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu dibutuhkan indicator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indicator pembangunan, yang secara garis besar dapat di kelompokkan mej adi : 1) indicator ekonomi, dan 2) indicator social.
Variabel yang termasuk sebagai indicator ekonomi adalah:
1. GNP/GDP per Kapita, yaitu GNP/GDP dibagi dengan umlah penduduk. GNP/GDP adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita.
Klasifikasi Negara berdasarkan GNP/GDP atau kelompok pendapatannya dapat saja berubah pada setiap edisi publikasi Bank Dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia pada tahun 1995 mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut:
o Negara berpenghasilan rendah, adalah kelompok Negara-negara dengan GNP per kapita kurang atau sama dengan US$ 695.
o Negara berpenghasilan menengah adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626.
o Negara berpenghasilan tinggi adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita di atas US$ 8.626.
Kelemahan dari indicator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsisten, jasa ibu Rumah Tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan.
2. Growth (pertumbuhan), yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu (satu tahun).
Bank Dunia pada tahun 1993 memperkenalkan beberapa sebutan menyangkut pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia yaitu;
o High Performing Asian Economies (HPAEs), yang diidentifikasi karena memiliki cirri umum yang sama, seperti pertumbuhan ekspor yang cepat. Kelompok HPAEs ini dibagi lagi menurut lamanya catatan sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi, yaitu: Pertama, 4 macan Asia, biasanya diidentikkan dengan Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Negara-negara ini tingkat pertumbuhan ekonominya amat cepat dan mulai mendekati rangking Negara berpenghasilan tinggi. Kedua, Newly Industrializing Economies (NIEs), meliputi Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kelompok Negara-negara ini memilki rata-rata pertumbuhan GDP riil sebesar 5,5 per sen per tahun.
o Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Asia Timur dan Tenggara serta Pasifik.
o Asia Selatan mencakup Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, dan Srilangka.
o Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara mencakup Negara-negara berpenghasilan menengah di kawasan Eropa (Bulgaria, Yunani, Hungaria, Polandia, Portugal, Rumania, Turki, dan bekas Yugoslavia) dan semua Negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, serta Afganistan.
o Sub-Sahara Afrika meliputi semua Negara di sebelah selatan gurun Sahara termasuk Afrika Selatan.
o Amerika Latin dan Karibia terdiri atas semua Negara Amerika dan KAribia di sebelah Selatan Amerika Serikat.
3. GDP per Kapita dengan Purchasing Power Parity
Perbandingan antar negara berdasarkan GNP/GDP per kapita seringkali menyesatkan. Hal ini disebabkan adanya pengkonversian penghasilan suatu negara ke dalam satu mata uang yang sama (US dollar) dengan kurs resmi. Kurs nominal ini tidak mencerminkan kemampuan relative daya beli mata uang yang berlainan, sehingga kesalahan sering muncul saat dilakukan perbandingan kinerja antarnegara. Oleh karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai Pemerataan Pendapatan.
4. Perubahan Struktur Ekonomi
Mengukur tingkat kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sector-sektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sector perrtanian dan daerah pedesaan pada umumnya.
5. Kesempatan Kerja
Rendahnya sifat kewirausahaan penduduk di negara-negara berkembang, memaksa pemerintah di negara-negara tersebut untuk menyiapkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diharapkan akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya.
6. Pengangguran
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang, pada akhirnya menjadi bom waktu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun kemudian, pada saat mereka masuk sebagai angkatan kerja. Besarnya angkatan kerja yang tersedia di negara-negara berkembang, tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja buat mereka sehingga menyebabkan angka pengangguran menjadi tinggi. Dengan penciptaan lapangan pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh pemerintah, diharapkan angka pengangguran yang relative tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan.
Adapun beberapa variable yang termasuk dalam indicator social adalah:
1. Indeks Mutu Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari 1) Harapan hidup pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indicator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik.
2. Human Development Index (HDI), mencoba merangking semua negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (Pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: 1) Tingkat Harapan Hidup, 2) Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga), dan 3) Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
Indikator kunci pembangunan social ekonomi lainnya versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing:
  1. Harapan Hidup
  2. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih
  3. konsumsi protein hewani per kapita per hari
  4. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah
  5. Rasio pendidikan luar sekolah
  6. Rata-rata jumlah orang per kamar
  7. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk
  8. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya
  9. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian
  10. Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian
  11. Konsumsi listrik, kw per kapita
  12. Konsumsi baja, kg per kapita
  13. konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita
  14. Persentase sector manufaktur dalam GDP
  15. Perdagangan laur negeri per kapita
  16. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.
Beberapa indikator yang selama ini dipergunakan Indonesia, antara lain:
· Laju Peningkatan Pendapatan
· Laju Penurunan Jumlah Kecamatan Miskin
· Laju Penurunan ketimpangan penerimaan pendapatan
· Laju penurunan kesenjangan harapan hidup
· Laju pengurangan angka kematian bayi
· Laju pengurangan melek huruf
· Laju penurunan pertumbuhan penduduk
·
Komponen Dasar Pembangunan
Dua dasawarsa terakhir dari abad kedua puluh menyaksikan kemajuan besar di berbagai belahan dunia. Namun pada dasawarsa yang terakhir jpula dapat disaksikan kemandekan dan kemunduran, bahkan di negara yang sebelumnya telah mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pun mengalami hal yang sama. Jurang perbedaan serta kemunduran tajam ini banyak mengajarkan kepada kita tentang apa saja yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa ahli pembangunan, diantaranya adalah Prof. Goulet mengatakan bahwa setidaknya ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
1. Kecukupan, Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Semua orang pasti punya kebutuhan dasar. Apa yang disebut sebagai kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolute”. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.Atas dasar itulah kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.
2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Pencarian jati diri bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Sekali jati diri kita hilang, maka kita akan kehilangan segala-galanya.
3. Kebebasan dari sikap menghamba, adalah konsep kemerdekaan manusia. Kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini.
Kebebasan di sini juga harus diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebsan itu berarti untuk selamanya kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri.
Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan, kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang akan memilih.
Kesimpulan dari ketiga komponen dasar pembangunan seperti yang telah diuraikan sebelumnya yaitu bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik.
Penutup
Ekonomi Pembangunan merupakan bentuk perkembangan lebih lanjut dari ilmu ekonomi tradisional dan ilmu ekonomi politik. Selain mengulas soal alokasi sumberdaya seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangiunan juga menitik beratkan perhatiannya kepada berbagai mekanisme ekonomi, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk.
Setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel ekonomi yang ketat seperti halnya angka kepadatan penduduk, harga-harga dan tingkat tabungan. Semua variable ini sama pentingnya factor-faktor institusional non-ekonomi seperti pengaturan hak pemanfaatan tanah, pengaruh stratifikasi social dan kelas, struktur perkreditan, pendidikan dan kesejhatan serfta beberapa variable lainnya.
Pembangunan ekonomi yang berusaha untuk meningkatkan output, menciptakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan, seringkali gagal di masa-masa lampau hanya karena para ekonom dan perumus kebijakan lainnya lupa bahwa perekonomian nasional merupakan suatu system social utuh, yang terdiri dari kekuatan-kekuatan ekonomis dan non-ekonomis yang satu sama lain saling tergantung. Segenap kekuatan itu selalu berinteraksi, terkadang saling menunjang, tapi tidak jarang pula bersifat kontradiktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar