HAKIKAT DAN DIMENSI IDENTITAS NASIONAL
Secara harfiah identitas
adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada sesuatu atau
seseorang yang membedakannya dengan yang lain. Pengertian Identitas pada
hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri
yang khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya.
Dengan demikian identitas
nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu bangsa yang
membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan Identitas
nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang
terbuka dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi
pergeseran nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat
di jaga dan dilestarikan, sehingga mengakibatkan identitas global akan
mempengaruhi nilai identitas nasional itu sendiri.
Secara umum terdapat
beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas
itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak
geografis.
Beberapa dimensi dalam
identitas nasional antara lain:
1.
Pola Perilaku
adalah gambaran pola
perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya : adat istiadat,
budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong
merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan
budaya.
2. Lambang-Lambang
adalah sesuatu yang
menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini biasanya dinyatakan
dalam undang-undang ,Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu Kebangsaan.
3. Alat-alat perlengkapan
adalah Sejumlah
perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
berupa bangunan, peralatan dan tekhnologi, misalnya : bangunan candi, Masjid,
Gereja, Peralatan manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok tanam :
dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat terbang, dan lainnya
4. Tujuan yang Ingin dicapai
Identitas yang bersumber
dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : Budaya Unggul,
presentasi dalam bidang tertentu .Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah
Negara, tujuan bersama bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45,
Yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia.
Unsur-unsur
Pembentukan Identitas Nasional
Salah satu identitas
bangsa Indonesia
adalah ia dikenal sebagai sebuah bangsa yang majemuk. Kemajemukan Indonesia
dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa.
- Sejarah
Menurut cacatan sejarah,
sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang Modern, bangsa Indonesia
pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang bangsa Indonesia
dalam mengusir penjajah menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas
tersendiri bagi bangsa Indonesia
yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional Indonesia.
2.
Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang
menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur yaitu : akal
budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa Indonesia,
misalnya dapat dilihat pada sikap ramah dan santun bangsa Indonesia
. Sedangkan unsur Identitas peradabannya, salah satunya tercermin dari
keberadaan dasar negara Pancasila sebagai kompromi nilai-nilai bersama ( shared
values ) bangsa Indonesia yang majemuk, sebagai bangsa maritim, kehandalan
bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu merupakan identitas
pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak memiliki oleh bangsa lain di dunia.
3.
Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan
Identitas lain bangsa Indonesia.
Namun demikian , lebih dari sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut,
tradisi, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan
merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan, kemajemukan
alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan lebih dari 300 kelompok
suku, beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami kepulauan nusantara.
4.
Agama
Keanekaragam Agama
merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia.
Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan salah
satunya, sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu
agama, baik mayoritas maupun minoritas atas kelompok lainnya.
5.
Bahasa
Bahasa adalah salah satu
atribut identitas nasional Indonesia .sekalipun Indonesia memiliki ribuan
bahasa daerah ,kedudukan bahasa Indonesia( bangsa yang digunakan bahasa melayu
)sebagai bahasa penghubung ( lingua franca ) berbagai kelompok etnis
yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas tersendiri
bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa
Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan bangsa Indonesia,
telah memberikan nilai tersendiri bagi pembentukan identitas nasional Indonesia.
Lebih dari sekedar bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki nilai tersendiri
bagi bangsa Indonesia, ia
telah memberikan sumbangan besar pada pembentukan nasionalisme Indonesia.
PANCASILA
: Nilai Bersama Dalam Kehidupan Kebangsaan Dan Kenegaraaan
Tidak pernah ada suatu
bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu
bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa
yang hidup dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang
dianggap baik dan memperkaya nilai-nilai lokal. Ketidakmampuan beradaptasi
dengan budaya luar acap kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran
kehilangan identitas namun tidak pula berhasil hidup dengan identitas barunya
yang diadopsi dari luar. Kegagalan Turki untuk menjadi bangsa modern ala Eropa
atau ketidakstabilan politik yang terjadi di negara-negara berkembang, salah
satunya Philipina yang berusaha keras meniru sistem politik ala Amerika, dapat
dijadikan contoh bahwa mengadopsi sistem nilai demokrasi Barat harus dilakukan
secara cerdas, kritis, dan bijaksana.
Bersikap cerdas dan
bijaksana adalah dengan cara tidak apriori terhadap segala kebaikan
demokrasi Barat tetapi juga tidak meniru secara membabi buta apa saja yang
berkembang subur di dunia barat. Kekhasan-kekhasan geografis dan budaya
terdapat di belahan dunia barat dan timur memaksakan barat dan timur untuk
hidup dengan kekhasannya sendiri, namun tidak menutup untuk bekerja sama dalam
universal terkait dengan penegakan keadilan dan penciptaan dunia yang lebih
aman dan manusiawi. Searah dengan pandangan dunia ini, Indonesia
seyogyanya hidup mengakar pada tradisinya untuk memperkuat dan memperkaya
bangunan peradapannya. Dalam konteks ini ,sebagai produk kebudayaan bangsa Indonesia,
pancasila dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengukuhkan keuniversalan
pandangan hidup bangsa Indonesia
dan kelenturannya dengan perkembangan zaman.
Pancasila adalah capaian
demokrasi paling penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa ( founding
fathers ) Indonesia.
Kemajemukan Pancasila dapat dilihat pada kelima silanya. Kelima sila Pancasila
tersebut mewakili beragam pandangan dan kelompok dominan dan Indonesia
pada paruh pertama pada abad ke- 20. Pada masa itu indonesia
merupakan kawasan subur bagi pertumbuhan beragam aliran pemikiran dan
pergerakan nasional dengan basis ideologi yang beraneka ragam. Sebagai kawasan
yang kaya dengan tradisi dan budaya, Indonesia
memiliki tradisi yang tidak dimiliki oleh kawasan lain. Sebagai sebuah
konsensus nasional, Pancasila merupakan pandanga hidup yang terbuka dan
bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada muatan
Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai ke-Indonesiaan yang majemuk dan
nilai yang bersifat universal. Universalitas Pancasila dapat dilihat pada
semangat ketuhanan (sila pertama); kemanusiaan, keadilan dan keadaban (sila
kedua); dan keadailan sosial (sila kelima) dan sekaligus ke- Indonesiaan (
persatuan Indonesia ) dan semangat gotong royong (sila keempat) Semangat
Pancasila masih sangat relevan dijadikan sebagai semangat perjuangan
kemanusiaan bangsa indonesiantuk menujukan sebagai bangsa yang mandiri dan
memiliki karakter yang kuat sebagai bangsa yang menjujung tunggi semangat
persamaan, keadilan dan keadaban dengan tetap mempertahankan kesatuan sebagai
sebuah keluarga bangsa yang majemuk. Bersandar pada pandangan ini lahirnya
sikap dan pandangan mempertentangkan demokrasi dengan Pancasila sama sekali
merupakan satu yang historis. Sepanjang sejarah orde baru, Pancasila telah
dijadikan alat untuk membungkam suara kedaulatan rakyat dengan atas nama
pembangunan nasional. Orde baru juga telah melakukan penyeragaman tafsir atas
Pancasila yang disebarluaskan melalui penataran dan pendidikan di sekolah dan
perguruan tinggi. Dampak langsung dari manipulasi atas dasar Negara pancasila,
khususnya yang dilakukan oleh orde baru, adalah lahirnya sikap antipati (
phobia ) atas Pancasila. Seiring dengan lensernya orde baru telah melahirkan sikapdan
pandangan baru dikalangan warga Negara Indonesia
atas dasar Negara pancasila. Tuntutan demokrasi dan penegakkan HAM yang di
suarakan oleh kalangan tokoh reformasi berdampak pada sikap dan pandangan
mempertahankan Pancasila dan demokrasi. Pancasila dinilai sebagai simbol
ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan penyelewengan kekuasaan orde baru,
sementara demokrasi sesungguhnya identik dengan persamaan, penghormatan
terhadap HAM dan taat kepada hukum.
Reformasi yang
sejatinya merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa
merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa yang besar
dan perubahan menuju tatanan nasional yang lebih baik (continuity and
changes), sebaliknya ia telah menjelma laksana bola api panas.
REVITALISASI
PANCASILA DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA
MODERN
Gelombang demokrasi (
democracy wave ) dalam bentuk tuntutan reformasi di Negara-negara tidak
demokrasi, termasuk Indonesia,
menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Namun
demekian, globalisasi juga melahirkan paradoksnya sendiri: di satu sisi
globalisasi demokrasi mengakibatkan kebangkrutan banyak faham ideologi, di sisi
yang lain juga mendorong bangkitnya semangat nasionalisme lokal, bahkan dalam
bentknya yang paling dangkal dan sempit semacam ethno-nasionalisme,
bahkan tribalism. Gejala ini, sering disebut sebagai “balkanisasi” yang
terus mengancam integrasi Negara-negara yang majemuk dari sudut etnis, sosial
kultural, dan agama seperti Indonesia.
Menurut Azra, paling
tidak ada tiga faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam
perkembangannya saat ini. Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena
kebijakan rezim Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk
mempertahankan status quo kekuasaannya. Rezim Soeharto, misalnya,
menetapkan Pancasila sebagai azas tunggal bagi setiap organisasi, baik
organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Rezim tersebut juga
mendominasi pemaknaan Pancasila yang diindoktrinasikan secara paksa melalui
penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( P4 ).
Kedua, liberalisasi
politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan Presiden BJ. Habibi
tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Penghapusan ini
memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi-ideologi lain, khususnya yang
berbasiskan agama. Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common
platform dalam kehidupan politik.
Ketiga,
desetralisasi damotonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan
sentiment kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan
sentiment local- nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nasionalism.
Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses
desentralisasi akan makin hilang posisi sentralnya. Mempertimbangkan posisi
krusial Pancasila di atas maka, perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan
posisi Pancasila bagi masa depan Pancasila sebagai negara moden. Perlunya
revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan
simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia
yang majemuk. Lebih jauh azra menyatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai
common platform ideology negara-bangsa Indonesia
yang paling feasible dan sebagai viable bagi kehidupan bangsa
hari ini dan masa datang. Begitu juga melalui pendekatan “core values”
yang inklusif yang secara historis telah mampu menjadi problem solver
terkait dengan perdebatan antara kelompok yang berbeda latar belakang kulturnya
dalam perumusan dasar-dasar negara dan perumusan konstitusi dalam sidang
konstituante tahun 50-an.
Karena Pancasila yang
krusial seperti ini, tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan
rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Lebih lanjut azra menjelaskan,
Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai public
discourse (wacana public). Dengan menjadi wacana publik sekaligus dapat
dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini,
untuk kemudian menghasilkan pemikiran baru dan pemaknaan baru. Dengan demikian,
menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk
mengembangkan kembali Pancasila sebagai ideology terbuka yang dapat di maknai
secara terus menerus sehingga dapat terus relevan dalam kehidupan bangsa dan
Negara Indonesia.
Rehabilitasi dan
rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Tiga
kepemimpinan nasional pasca Soeharto sejak dari presiden BJ Habibie, presiden
Abdurrahman Wahid, sampai presiden Megawati Soekarno Putri, lanjut azra, telah
gagal membawa Pancasila kedalam wacana dan kesadaran publik. Ada
kesan traumatic untuk kembali membicarakasn Pancasila. Kini, sudah waktunya
para elite dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideologi
pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada intregrasi bangsa Negara Indonesia.
Globalisasi,
Glokakalisasi, dan Ketahanan Nasional
a. Hakikat Globalisasi
Secara umum globalisasi
adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan
antara masyarakat denga faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturisasi dan
perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan dalam
berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi
adalah suatu kebutuhan, mengingat majemuknya fenomena tersebut. Menurut
Stiglitz sebagai mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan triwinowo di sauatu
sisi globalisasi menbawa potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak
Negara, peningkatan standar hidup serta perluasan akses atas informasi dan
teknologi, di sisi lain telah membawa kesenjangan utara-selatan serta
kemiskinan global.
Globalisasi merupakan
fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000), sebagai mana dikutip
Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering di dentikkan
dengan: 1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya
arus perdagangan dan penanaman modal: 2. liberalisasi yaitu pencabutan
pembatasan-pembatasan pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless
world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang,
kendali devisa dan ijin masuk suatu Negara:( visa). 3. Universalisasi
yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc Donald, kendaraan, di seluruh pelosok
penjuru dunia. 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam hidup dan
budaya barat atau amerika: 5. De-teroterialisasi, yaitu
perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan
distance menjadi berubah. Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang
dibicarakan oleh setiap orang hingga diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik.
Lebih lanjut sebagaimana
yang telah dikemukakan oleh Tilaar, bahwa pada dasar proses globalisasi
menampakkan wajahnya dalam: 1. Keterkaitan (interconnectedness) seluruh
masyarakat; 2. perusahaan-perusahaan trans- nasional berperan dalam ekonomi
global; 3.intergrasi ekonomi internasional dalam produksi global; 4. Sistem
media trans-nasional yang membentuk “kampung global“ (global village); 5.
Turisme global dan imperalime media; 6. Konsumerisme dan budaya global
(“macdonaldization”)
Menurut B. Herry
Ppriyono, ada tiga lapis definisi globalisasi. Lapis pertama,
globalisasi sebagai transformasi kondisi spasial temporal kehidupan. Hidup yang
kita alami mengandaikan ruang (space) dan waktu (time). Nama
fakta itu juga berarti jika terjadi perunahan dalan pengelolaan tata ruang
waktu, terjadi juga pengorganisasian hidup. Misalnya, bila sebuah berita yang
dikirim dari Jakarta kepada keluarga dan Papua tidak lagi membutuhkan waktu 30
hari ( seperti 100 tahun lalu ) atau 7 hari ( melalui pos hari ini ), tetapi
membutuhkan satu menit melalui telepon, maka ada yang berubah dalam kordinasi
interaksi manusia. Contoh tersebut jika di bawah ke skala dan lingkup dunia,
kurang lebih itulah globalisasi. Ahli geografi, David Harvey, menyebutnya
sebagai gejala “pemadatan ruang-waktu”. Sedangkan Anthoni Giddens mengartikan
globalisasi sebagai ”aksi dari kejauhan “. Dengan kata lain, pada lapis ini
globalisasi menyangkut transfomasi cara-cara kita menghidupi ruang dan waktu
globalisasi adalah perubahan kondisi special temporal kehidupan; ruang dan
waktu tidak lagi di alami sebatas lingkup suku atau negara bangsa, tetapi
seluas bola dunia.
Lapis kedua,
globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Pada lapisan ini
globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berfikir, cara merasa
dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi hanya di
pengaruhi oleh peristiwa yang tejadi dalam lingkup hidup dimana kita berada,
tetapi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Dermikian pula dalam hal budaya , ekonomi, politik, hukum, bisnis, dan
sebagainya.dengan kata lain, pada lapisan ini globalisasi menyangkut
transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan ke lingkup dan skala
seluas bola dunia.
Lapisan ketiga,
globalisasi sebagai tansformasi modus tindakan dan praktik. Inilah lapis arti
globalisasi yang banyak di tampilkan secara publik oleh para pelaku bisnis
serta pejabat serta di dalam citra media. Pada lapisan ini, globalisasi menujuk
pada “proses kaitan yang makin erat semua aspek kehidupan pada skala mondial”.
Gejala yang muncul dari interaksi yang makin intensif dalam perdagangan,
transaksi , finansial, media, budaya, tranportasi, teknologi, infomasi dan
sebagainya.
Dalam keragaman
dimensi kultural, hukum dan politik yang terlibat dalam globalisasi, yang akan
diajukan adalah bahwa globalisasi terutama di gerakan oleh praktik penjelajahan
sektor bisnis yang terus menerus mencari wilayah baru bagi produksi, distibusi
dan pasar yang paling menguntungkan bagi proses akumulasi modal dan laba.
Sebuah proyek besar bernama the global history merupakan penelitian yang
sampai sekarang mungkin paling komprehesif mengenai kaitan antara globalisasi
dan bisnis transnasional. Dengan atlas dan data stastistik yang banyak, Gabel
dan Bruner menyimpulkan bahwa “globalisasi dan perusahaan transnasional terkait
satu sama lain seperti ayam dan telur”.
Atlas itu memetakan
dengan rinci evolusi daya penentuan perusahaan-perusahaan trans nasional
terhadap corak globalisasi dewasa ini. Kekuatan-kekuatan bisnis transnasional
itu,dalam istilah Gabel dan Bruner ”sesungguhnya sosok-sosok levianthan di
zaman kita“. Sedangkan Alvaro J. de Ragil menyebut gejala itu sebagai corpocracy
, atau pemeritahan dunia oleh jaringan bisnis raksasa. Dengan kata lain, pada
jantung globalisasi pada coraknya seperti sekarang ini terlibat ekspansi secara
besar-besaran kekuasaan bisnis, terutama perusahaan-perusahaan transnasional.
Dengan demikian,
peningkatan saling keterkaitan antar seseorang atau satu bangsa dengan bangsa
lainnya telah menggiring dunia pada desa globalisasi (global village). Desa
global merupakan kenyataan sosial yang saling tetpisah secara fisik tetapi
saling berhubungan dan memengaruhi secara non fisik. seperti harga minyak bumi
di pasar dunia yang sangat memengaruhi harga bahan bakar minyak di Indonesia,
fluktuasi harga tomat di Eropa, misalnya, akan berdampak pada pasar tradisional
di Indonesia. Hal serupa terjadi pula dalam bidang sosial, politik dan
kebudayaan. terdapat banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi antara
lain pertumbuhan kapitalisme, maraknya inovasi teknologi komunikasi dan
informasi serta diciptakanya regulasi-regulasi yang meningkatkan persaingan
dalam skala besar dan luasnya seperti property rights, standarisasi
teknik dan prosedural dalam produk dan sistem produk serta penghapusan hambatan
perdagangan. Beberapa unsur penting yang terkait dengan globalisasi adalah:
1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi
informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik dalam
mengirim dan menerima informasi, surat
kabar, radio dan televisi tidak lagi merupakan sumber utama informasi; kehadiran
internet telah memudahkan informasi dunia diterima oleh siapapun dipenjuru
pelosok dunia. Jika radio dan televisi masih dapat di awasi dan diatur oleh
kekuasan politik sebuah Negara, tidak demikian dengan media internet.
Dengan
media internet, memungkinkan pengiriman informasi dalam jumlah yang tidak
terbatas, dalam waktu yang lebih cepat, dan dengan biaya lebih murah. Melalui
media internet siapapun dapat mengirim dan mengakses informasi tanpa
persyaratan lisensi atau bukti kompetensi apapun.
Keadaan
tersebut membawa beberapa akibat sosial dan budaya :
Pertama,
mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada kelompok orang
atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi. Informasi tentang keadaan di tempat
lain atau situasi orang lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang
lebih luas dan aktual dari ada yang ada sebelumnya, informasi ini pada
giliranya dapat menimbulkan suatu solidaritas global yang melintasi kelompok
etnis, batas teritorial negara, atau kelompok agama. Pada saat yang sama,
informasi yang serba canggih ini dapat pula memberikan kemudahan bagi seseorang
atau suatu kelompok untuk bergabung dengan kelompok kejahatan lintas negara
untuk merancang kejahatan internasional yang terorganisir. jaringan terorisme
internasional dapat dimsukan ke dalam kelompok ini.
Kedua,
dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang
berfungsi. Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang
berada di sebuah kampung di Jayapura, misalnya, dapat berhubungan langsung
lewat internet dengan seseorang di New
York atu di kota
Roma.
Ketiga,
semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan sosial
seperti umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat
atau rakyat, tingkat pendidikan menjadi tidak lagi menjadi penting dalam
konteks infomasi melalui jalur internet.
2. Beberapa Kecenderungan Gelombang
Globalisasi terhadap Nasionalisme
Berbagai
gejala globalisasi seperti dijabarkan di atas, membawa akibat dalam tata
kehidupan manusia, dalam pola tingkah laku, bahkan dalam sistem nilai yang
berlaku. ada beberapa kecenderungan dari gelombang globalisasi ;
pertama,
seperti telah di sebutkan bahwa salah satu pengaruh yang sangat kuat dari
globalisasi informasi hilangnya diferensiasi sosial dan dengan itu hirarki
sosial menjadi tidak tepat lagi. Dengan demikian otoritas yang didasarkan pada
hirarki sosial cepat atau lambat akan kehilangan kekuatan dan aktualitasnya.
Pada akhirnya hubungan sosial ditentukan oleh kebebasan dan kepercayaan
(trust). Kalau ada kebutuhan akan kekuasaan, maka kekuasaan itu di tentukan
oleh kesepakatan bersama. Kekuasaan tidak lagi menduduki fungsi primer, ia
hanya bersifat subsider. Faktor yang lebih menentukan kehidupan bersama adalah
kepercayaan dan komunikasi horizontal di antara anggota suatu kelompok atau
antar warga negara tanpa mempertimbangkan atribut dalam hirarki sosial.
Kedua,
dengan adanya arus lalu lintas informasi yang sangat canggih (information super
highway) pengawasaan terhadap akses informasi oleh lembaga sensor atau negara
semakin berkurang. hal serupa juga berlaku di bidang lainnya, seperti
pendidikan dan pemeritahan.
Ketiga,
munculnya ( cyberspace ) yang menenorobos batas toritorial negara akan
berdampak Negara tidak lagi memonopoli semua peraturan. Peralihan ini pada
tingkat politik menunjukan peralihan dari government ke governace, dan
peralihan dari sifat pengawasaan nasional sentralistik ke pengawasan yang
bersifat lokal atau otonom . dengan demikian, sentralisme negara tidak lagi
efektif.
Keempat,
adanya suatu gelombang perubahan di dalam konstilasi politik global. Didalam
gelombang globalisasi konstilasi politik mengarah pada kerangka multipoler.
Perdagangan misalnya tidak lagi bersifat hubungan dua negara tetapi dengan berbagai
Negara.
Kelima,
saling menguatnya hubungan antar negara yang berarti semakin kuatnya saling
ketergantungan, keterkaitan tersebut mempunyai dampak positif maupun negatif.
Keenam,
globalisasi menonjolkan permainan-permainan baru dalam kehidupan masyarakat,
yaitu aktor- aktor non pemerintahan, atau yang disebut Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Ketujuh,
lahirnya ageda-agenda baru dalam hubungan internasional dan keinginan untuk
mengatur suatu tata cara atau pengelolaan sistem global. Demikian juga, rasa
sesuatu kebutuhan akan adanya global governace yang mengatur tatacara
yang mengatur kehidupan dunia yang mengglobal.
3. Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang
Globalisasi
Beberapa
yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang
diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Program melawan kemiskinan.
Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf tetapi juga dapat
mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya manusianya
rendah, serta kurangnya sumber daya alam. Masalah kemiskinan bukan hanya milik
suatu masyarakat tetapi merupakan tanggung jawab intenasional. Kesenjangan
antara Negara kaya dan Negara miskin semakin melebar di dalam era globalisasi
apabila tidak diambil langkah untuk membantu yang lemah.
2. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak
Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat saja mengijak-injak hak asasi
manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan ekonomi
semata-mata berdasarkan frofit. Hak Asasi Manusia perlu dijaga dan dikembangkan
oleh karena itu dengan menghormati Hak Asasi Manusia maka demokrasi akan
semakin berkembang. Oleh sebab itu, hak asasi manusia harus menjadi agenda
internasional untuk menjadi bentang dari arus globalisasi yang dapat bersifat
dehomanisasi.
3. Menciptakan dan memelihara tatanan
dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi tidak dapat dilakukan di
dalam negara yang kacau. Kini manusia berlomba-lomba untuk menciptakan dunia
yang lebih makmur dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan di dalam kerja sama
internasional yang aman. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk meningkatkan
kerjasama multilateral haruslah dipacu.
4. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi
dankeuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan lama yang
dilahirkan pada masa perang dingin seta tatanan dunia yang lama, seperti
badan-badan IMF, World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai
dengan tuntutan hidup internasional yang baru.
5. Melindungi dan memelihara planet bumi
sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama manusia. Oleh kerena itu
tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia.
6. Kerja sama regional perlu di kembangkan
di dalam rangka kerja sama internasional. Bahkan Alan Rugman di dalam
bukunya The end of Globalization menyatakan bahwa sebenarnya kerja sama
internasional tertumpu pada kerja sama regional, bahkan kerja sama bilateral
atau kerja sama nasional dalam rangka kerja sama regional tersebut.
b. Glokalisasi
Salah satu konsep yang
ikut berkembang bersama globalisasi adalah glokalisasi. Istilah glokalisasi
dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977 dalam konfrensi
“Globalization and Indigenous Culture”. Secara umum glokalisasi adalah penyesuaian
produk global dengan karakter lokal. Ada
juga yang berpendapat glokalisasi adalah berfikir global bertindak lokal.
Menurut Eko Budiarjo guru besar Universitas Diponegoro glokalisasi adalah
glokalisasi dengan cita rasa lokal.
Dalam wilayah budaya ,
glokalisasi dimaknai dengan munculnya interpretasi produk-produk global dalam
konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat didalam berbagai wilayah budaya.
Interprestasi lokal masyarakat tersebut kemudian juga membuka kemungkinan
adanya pergeseran makna atas nilai budaya. Dalam proses glokalisasi medium
bahasa juga di pergunakan.
c. Ketahanan Nasional dan Globalisasi
Ketahanan nasional
adalah kondisi dinamik suatu bangsa dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan yang datang dari luar maupun dalam
negeri.
Dalam rangka ketahanan
nasional, peluang dan tatangan bangsa Indonesia
dalam era globalisasi dapat di jumpai dalam beberapa bidang :
1. Bidang politik
2. bidang Ekonomi
3. bidang sosial budaya.
Multi
kulturisme:
Antara Nasionalisme
dan Globalisasi
Salah satu isu
penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya wacana
multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain
secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik,
jender, bahasa maupun agama. Gerakan multikultural muncul pertama kali di
Kanada dan Australia
sekitar 1950-an.
Multikultural menjadi
semacam respon kebijakan baru dalam keragaman, dengan kata lain, adanya
komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas
tersebut diperlukan sama oleh warga negara maupan negara.
Menurut Achmad
Fedyani Safiudin menyatakan ada tiga cara pandang atau pemahaman orang
tentang multikulturisme, yaitu; 1, Popular; 2. akademik; 3. politis.
Karakter masyarakat
multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peacepul co-existace,
hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik
individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan
identitas etnik dan kultur mereka.
Multikulturisme
diantara nasionallisme dan globalisasi
Dalam sejarahnya,
nasioanalisme Indonesia
melalui beberapa tahap perkembangan, Tahap pertama di tandai dengan tambuhnya
perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti perlawanan terhadap
penjajah baik sebelum maupun sesudah Proklamasi. Tahap kedua adalah bentuk
nasionalisme Indonesia
merupakan kelanjutan revolusioner pada masa pejuangan dengan peran pemimpin
nasional yang lebih besar. Tahap ketiga, adalah nasionalisme persatuan dan
kesatuan. Tahap keempat, adalah nasionalisme cosmopolitan dengan bergabungnya
Indonesia dalam system global internasional, nasionalisme Indonesia yang
dibangun adalah nasionalisme cosmopolitan yang menandaskan bahwa Indonesia
sebagai bangsa tidak dapat menghindari dari bangsa lain namun dengan memiliki
naionalisme dapat cultural keindonesiaan dengan memberikan kesempatan kepada
actor-aktor di daerah secara langsung untuk menjadi actor kosmopolit. Dalam
konteks dan kecenderungan ini, semakin banyak orang membayangkan menjadi warga
dunia ( world citizen ) dan terikat pada nilai-nilai kemanusiaan
universal. Sudah saatnya nasionalisme yang kehilangan akar nilai-nilai kearifan
lokal ini diredefinisi.
Nasionalisme Indonesia
yang kosmopolit yang disemangati oleh multikultularisme hal ini dapat dilihat
dari : pertama, mltikulturalisme merupakan bagian yang tak dapat
dipisahka dari proses mengglobalnya demokrasi; kedua, multikulturalisme
merupakan proses perkembangan baru dari mundurnya modernisme dan berpengaruhnya
postmodernisme; ketiga, multikulturanime merupakan bagian yang tak
terhidarkan dari runtuhnya sekat-sekat primordialismesaat ini.
Model tatanan sosial
berbasis paradikma multikulturalisme sebenarnya telah di gunakan sebagai acuan
oleh para founding father dalam mendesain kebudayaan Indonesia.
Sebagai mana yang terungkap dalam UUD 45 yang berbunyi: “ kubudayaan bangsa indonesia
adalah puncak-puncak kebudayaan daerah”.puncak-puncak kebudayaan daerah
tersebut menjadi isentitas nasional Indonesia.
Upaya membangun
Indonesia yang miltikulural hanya mungkin dapat terwujud bila: pertama,konsep
miltikiulturalisme menyebarluas dan di fahmi masyarakat Indonesia, serts adanya
keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional untuk mengadopsi menjadikan
sebagai pedoman; kedua, kesamaan pemahaman di antara masyarakat mengenai
makna multikulturalismedan bangunan konsep yang mendukungnya.lebih lanjut
achmad fetyani syafiudin menyatakan ada lima hal penting jika melihat hubungan
antara pancasila dan multikulturalisme, pertama; yakni menekankan
perwujudan ide menjadi tindakkan, kedua; multikulturalisme harus menjadi
grand strategy ke masa depan,khususnya dalam pendidikkan nasional yang
menekankan learning by doing orpracticing, dan tidak lagi semata-mata
kognitif; ketiga, dengan memosisikan multikulturalisme sebagai wujud
pancasila, atau dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa
karena intergrasi bangsa tertumpupada persoalan kebudayaan; keempat,
kalau multi kulturalisme didefinisikan sebagai kebudayaan yang hidup
berdampingan, yang menghargai keberadaan kebudayaan satu sama lain, dan
memposisikan pancasila sebagi cita-cita berbangsa dan Negara maka keselarasan
hidup berbudaya akan terwujud; kelima, perubahan dari cara berfikir
plularisme ke multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan
kebudayaanyang menyanbgkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan.di
perlukan dua persyaratan, Pertama, kita memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai model kulturalisme yang sesuai dengan kondisi Indonesia; kedua,
kebijakan itu harus berjangka panjang, konsisten, dan membutuhkan kondisi
politik yang mendukung.
Konsep masyarakat
multicultural dapat menjadi wadah pengembangan demokrasi dan masyarakat madani
di Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia
dapat menjadi mopdal sosial (social capital) bagi pengembangan model
masyarakat multikultural.
Yang dimaksud dengan
modal sosial dari suatu masyarakat ialah sistem nilai yang hidup dan dipelihara
serta dihormati dan untuk dilaksanakan di dalam suatu masyarakat. Dalam rangka
untuk menjaga kohesi dan integrasi sosial maka modal sosial yang harus di
kembangkan ialah:
- Ideologi dan tradisi lokal masih berfungsi harus dipelihara.
- menjaga dan melaksanakan jaringa sosial yang masih berfungsi.
- Institusi- nistitusi lokal yang masih berfungsi dan adaptik terhadap perubahan haruslah dipertahankan.
Fuang Ismail
Labels: Kumpulan
Makalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar